Islamyca “Dari Asma’ binti Abu Bakar, ia berkata, “Saya menikah dengan Zuabair yang tidak memiliki harta dan pelayan, kecuali seekor kuda. Oleh karena itu, sayalah yang memberi makan kuda, merawat, dan melatihnya. Selain itu, saya pula yang menumbuk biji kurma untuk makan, mengurus makanan dan minuman, menjahit dan memasak. Hanya saja, saya tidak pandai membuat roti.
Maka, tidaklah mengherankan apabila para tetangga, orang-orang Anshar, sering membuatkan roti untuk saya. Mereka adalah orang-orang yang baik. Saya juga sering menjunjung buah kurma dikepala daei kebun yang dijatahkan Rasulullah Saw. kepada Zubair sejauh dua pertiga farshakh. Pada suatu hari, saya pulang dengan menjunjung buah kurma dikepala. Kemudian, saya bertemu Rasulullah Saw beserta beberapa orang sahabat beliau. Lalu, Rasulullah Saw. memanggil saya seraya berucap ‘ikh-ikh’ (menyuruh untanya berlutut) untuk membonceeng dibelakang beliau.’ Setelah itu, ‘Asma’ berkata (ketika bercerita kepada suaminya), ‘Sebenarnya saya merasa malu dan mengerti bahwasannya kamu adalah pencemburu. ‘Suaminya, Zubair, berkata, ‘Demi Allah sungguh bebanmu menjunjung buah kurma dikepalamu adalah lebih berat daripada kamu naik unta bersama Rasulullah Saw.’ Asma berkata, ‘Setelah peristiwa itu., Abu Bakar, ayah saya, mengirinkan seorang pelayan sehingga saya tidak lagi turut mengurus kuda dan saya terbebas dari kerja berat.” (HR. Muslim. 7/11-12).
Hadits ini sebenarnya memberikan gambaran mengenai kehidupan para istri pada zaman Rasulullah Saw. Mereka merupakan orang-orang yang benar-benar bertanggung jawab terhadap kepentingan rumah tangga mereka. Masak, menjahit, dan mengurus beberapa keperluan anak serta suami sudah menjadi pekerjaan yang tidak asing bagi mereka.
Memang, bagi keluarga yang memiliki kemampuan, mereka akan menggunakan jasa seorang pembantu. Namun posisinya tidak mengerjakan seluruh kebutuhan keluarga, seperti makan dan mengurus anak. Posisi pembantu benar-benar hanya sebagai orang yang membantu meringankan pekerjaan istri. Jadi, seorang istri tidak serta merta berlepas tangan dari kewajiban sebagai ibu rumah tangga.
Baca Juga : Astaghfirullah, Inilah 26 Dosa Istri Terhadap Suami, Nomor 17 Sering Di Lakukan !
Hadits tersebut juga memberikan gambaran betapa perhatiannya Rasulullah Saw. kepada seorang istri yang sedang mengerjakan tugas rumah tangganya. Seperti yang dialami oleh Asma’, yang tidak lain adalah ipar beliau. Melihat Asma’, saudara kandung Aisyah, menjunjung kurma dikepalanya, Rasulullah Saw. memberikan tumpangan kepada Asma’ sehingga hal itu meringankan beban istri Zubair tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. terhadap Asma’ harus dilihat sebagai kepedulian beliau kepada para istri, para prempuan yang menjalankan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Oleh para ulama, hadits ini juga dijadikan dasar hukum bagi bolehnya seseorang laki-laki membonceng perempuan yang masih mahram. [islamyca]
loading...
0 comments:
Post a Comment